Selasa, 04 Maret 2014

Cerita Lakon Wayang Kulit Klasik (jawa)

Sanghyang Tunggal

Sang Hyang Tunggal menikah dengan Dewi Darmani putri Sang Hyang Darmajaka (Darmakaya) raja Kahyangan Keling (negeri Selong) yang tidak lain adalah kakak kandung Sang Hyang Wenang sendiri. Lalu Sang Hyang Tunggal dinobatkan menjadi raja di Kahyangan Keling menggantikan Sang Hyang Darmajaka. Dari perkawinannya dengan Dewi Darmani, Sang Hyang Tunggal dikaruniai beberapa orang anak dalam wujud 'akyan' (jasad halus) mereka adalah : Sang Hyang Rancasan / Sang Hyang Rudra / Dewa Esa, Sang Hyang Dewanjali dan Sang Hyang Darmastuti.

Sang Hyang Tunggal yang gemar membaca Serat (kitab) Pustaka Darya yang berwujud suara tanpa sastra (tanpa tulis) itu menjadi tertarik dengan kisah perjalanan Sang Hyang Nurcahya (kakek buyutnya). Ia memutuskan untuk meniru sang kakek buyut, yaitu bertapa untuk mencapai cita-citanya menjadi penguasa di tiga lapisan dunia (Tribuana / Triloka). Kahyangan Keling pun ia serahkan kepada putera sulungnya yaitu Sang Hyang Rudra.


Sang Hyang Tunggal kemudian bertapa tidur di atas sebuah Batu Datar. Begitu heningnya ia bertapa, ketika terbangun ia telah berada di sebuah istana indah di dasar samudera. Tanpa sadar sebenarnya Sang Hyang Tunggal telah diculik oleh raja siluman kepiting bernama Sang Hyang Rekatama (Sang Hyang Yuyut) untuk dinikahkan dengan putrinya. Putri Sang Hyang Rekatama yang bernama Dewi Wirandi (Dewi Rekatawati) mengaku pernah bertemu dengan Sang Hyang Tunggal di alam mimpi, dan jatuh hati kepadanya. Karena itu adalah jalan untuk mewujudkan cita-citanya, maka Sang Hyang Tunggal menerima lamaran tersebut.

Sang Hyang Tunggal lalu membawa Dewi Wirandi (Dewi Rekatawati) ke istana Jonggring Salaka (Kahyangan Suralaya) di gunung Tengguru (Himalaya) untuk mendapat restu dari ayahnya. Kemudian Sang Hyang Wenang menyerahkan Kahyangan Suralaya kepada Sang Hyang Tunggal. Dan lalu Sang yang Wenang mokswa, tinggal di swargaloka awang-uwung kumitir.

Sang Hyang Tunggal kini bersemayam di Kahyangan Suralaya bersama kedua istrinya, Dewi Darmani dan Dewi Wirandi. Saat itu Kahyangan Suralaya masih belum berpenghuni lain selain mereka bertiga.


Pada suatu ketika, Dewi Wirandi yang hamil besar itu melahirkan, namun yang dilahirkan oleh sang dewi bukanlah sesosok bayi, tapi ia melahirkan sebutir telur.

Sang Hyang Tunggal bermujasmedi mengheningkan cipta masuk ke Swargaloka Awang Uwung Kumitir. Dihadapan Sang Hyang Wenang, ia menceritakan perihal telur yang dilahirkan oleh istrinya.

Sang Hyang Wenang memberi petunjuk dan memberikan air kehidupan ‘Tirta Kamandalu’ kepada Sang Hyang Tunggal.

Sesuai petunjuk ayahnya, telur itu ia puja hingga meretak dan pecah berserakan menjadi tiga bagian, kulit, putih dan merah telur. Sang Hyang Tunggal menyiramkan ‘air kehidupan’ Tirta Kamandalu secara bersamaan kepada bagian telur yang tercerai berai. Secara ajaib, kulit, putih dan merah telur itu berubah menjadi tiga sosok bayi. Sang Hyang Tunggal memberi nama masing-masing bayi yang tercipta, dari kulit telur diberi nama Sang Hyang Antaga, sedangkan bayi yang tercipta dari putih telur diberi nama Sang Hyang Ismaya, dan bayi yang tercipta dari merah telur diberi nama Sang Hyang Manikmaya. Kelak ketiga putra Sang Hyang Tunggal ini akan mempunyai peran penting dalam meramaikan Jagat Pramuditya (wayang).

Silsilah, Nabi Sis :
1. Anwar (sanghyang nurcahya)
2. Sanghyang Nurasa
3. Sanghyang Wenang
4. Sanghyang Tunggal
5. Sanghyang Manikmaya
6. Sanghyang Brahma
7. Bramasada
8. Bramasatapa
9.
Parikenan
10. Manumayasa
11. Sekutrem
12. Sakri
13. Palasara
14. Abiyasa
15. Pandu
16. Arjuna
17. Abimanyu
18. Parikesit
19. Yudayana
20. Yudayaka
21. Jaya amijaya
22. Kendrayana
23. Sumawicitra
24. Citrasoma
25. Pancadriya
26. Prabu suwela
27. Sri mahapunggung
28. Resi kandihawan
29. Resi gentayu
30. Lembu amiluhur
31. Panji asmarabangun
32. Rawisrengga
33. Prabu lelea
34. Mundingsari
35. Mundingwangi
36. Jakasuruh
37. Prabu Siliwangi
38. Nyi mas rarasantang
39. Sunan gunung jati (syarif hidayatulloh). Dst
 

Begawan Parikenan,

BEGAWAN PARIKENAN atau Bambang Parikenan adalah putra Bathara Brahmanaresi/Bremani (pedalangan jawa) dengan Dewi Srihuna/Srihunon, putri Sanghyang Wisnu dengan permaisuri Dewi Sripujayanti. Ia mempunyai dua orang saudara seibu lain ayah, putra Dewi Srihuna dengan Bathara Brahmanasadewa/ Brahmanaraja, kakak kandung Bathara Brahmanaresi, masing-masing bernama; Dewi Srini dan Dewi Satapi.

Sejak kecil Bambang Parikenan tinggal di kahyangan Untarasagara dalam asuhan Sanghyang Wisnu dan Dewi Sripujayanti, karena ayahnya Bathara Brahmanaresi turun ke Arcapada hidup sebagai brahmana di pertapaan Paremana, pegunungan Saptaarga. Sedangkan ibunya Dewi Srihuna tinggal di kahyangan Daksinageni, kahyangannya Bathara Brahma.


Bambang Parikenan menikah dengan saudara sepupunya sendiri, Dewi Bramaneki, putri Prabu Basurata/Bathara Srinada raja negara Wirata dengan Dewi Bremaniyuta (Bathara Srinada adalah putra Sanghyang Wisnu dengan Dewi Srisekar/Sri Widowati, sedangkan Dewi Bremaniyuta adalah putri Bathara Brahma dengan Dewi Rarasyati). Dari perkawinan tersebut ia memperoleh empat orang putra masing-masing bernama; Dewi Kanika. Kariyasa/Resi Manumayasa, Resi Manobawa dan Resi Paridarma. Resi Manumayasa kelak turun ke Arcapada membuat pertapaan di puncak Retawu, gunung Saptaarga, menikah dengan Dewi Kaniraras, turun-temurun menurunkan keluarga Pandawa dan Kurawa.

sumber: cerita seni budaya wayang Indonesia
motto
-Warisan budaya nasional atau warisan budaya daerah adalah cermin tingginya peradaban bangsa.
-Melestarikan budaya nasional warisan leluhur sebagai wujud jati diri dan watak bangsa Indonesia

Keterangan: gambar wayang karena tidak mempunyai koleksi, kami menyesuaikan.